Angka Stunting di Kolaka Tempati Urutan 3 Terendah di Sultra

  • Share
Kepala Dinas BKKBN Kolaka Sultra Amri Jamaluddin

KOLAKA,WN—Kepala Dinas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kolaka Sultra Amri Jamaluddin, mengatakan Kabupaten Kolaka mengalami penurunan dua digit atau sekitar 20 persen penderita Stunting, sehingga berada pada urutan ke tiga terendah di Sultra anak menderita stunting. Halm itu diungakpkannya saat  ditemui disela-sela mengikuti acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Kecamatan Baula pada (31/1/23).

Dia juga mengatakan  bahwa penanganan masalah stunting ada 20 persen dana ketahanan pangan itu dialokasikan untuk menangani masalah stunting dan locus penanganan stunting di 12 kecamatan ada 80 persen, untuk melakukan intervensi stunting ada Perpres nomor 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting, dengan mengeluarkan suatu standar namanya Standar Status Gizi Indonesia(SSGI).

“Alhamdulillah Kolaka mengalami penurunan dua digit atau sekira 20 persen, sehingga Kabupaten Kolaka berada pada urutan ketiga terendah di Sultra anak menderita stunting,” ungkapnya.

Selain itu kata Amri di tahun 2022 lalu berdasarkan penilaian dari Kemenkes RI, Kabupaten Kolaka melalui BKKBN memperoleh piagam penghargaan terkait masalah penanganan stunting.

Lanjut Amri dengan adanya regulasi dari Kemnekes RI nomor 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting ada empat variabel (4T) fokus dalam melakukan intervensi, yaitu keluarga prasejahtera indikatornya masih menempati rumah berlantai tanah.

“Dan kami yakin masyarakat Kolaka saat ini sudah tidak ada lagi rumahnya berlantai tanah,”ujarnya.

Selain  itu, indikator lainnya adalah orang tua atau kepala keluarga yang tidak memiliki penghasilan. Begitupun menyangkut persoalan lingkungan apakah keluarga tersebut memiliki jamban dan menggunakan air bersih, begipun terkait masalah latar belakang pendidikan.

“Minimal pendidikan SMP bagi perempuan akan menikah, Sebab mengapa itu penting karena sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak-anaknya kedepan. Sehingga seorang wanita akan menikah tidak terlalu muda, tidak terlalu tua, tidak terlalu banyak anak dan tidak terlalu dekat atau jaraknya melahirkan anak. Jadi intervensi dengan slogan 4T perlu untuk berkolaborasi khsusunya masalah gizinya,” kata Amri.

Meski demikian kata Amri setelah dilakukan audit ada beberapa permasalahan di lapangan dalam penanganan stunting terjadi adalah masalah perilaku masyarakat.

“Dengan adanya regulasi dari Kemenkes RI maka sekarang pihak Dinas BKKBN Kolaka membentuk pendampingan namanya Tim Pendampingan Keluarga (TPK) berkolaborasi dengan KPM melakukan intervensi. Jadi pra nikah 3 bulan sebelum menikah, sudah harus dilakukan pendampingan, caranya dengan melakukan tes kesehatan, perilaku hidup bersih, supaya setelah menikah usia kesuburan bagus sehingga berpengaruh terhadap anak yang akan dilahirkan terutama masalah asupan gizinya,”ungkapnya.

Dari 135 desa/kelurahan kata Amri ada tim pendamping masyarakat dalam penanganan stunting mencapai 525 orang.

“Bukan hanya pra nikah dilakukan pendampingan, tetapi pasca persalinan juga dilakukan pendampingan, karena umur anak 0 sampai 1000 hari mulai dilakukan untuk pencegahan stunting, tetapi setah anak memasuki usia 2 tahun sudah bisa lagi dilakukan intervensi. Jadi kita butuhkan kolaborasi dalam melakukan pencegahan stunting, dengan melakukan intervensi 4T didukung oleh penyuluh lapangan, namun terpenting adalah dukungan finansial, untuk itu perlunya keterlibatan dunia usaha, swasta, BUMN, BUMD untuk memanfaatkan dana CSR nya membantu pemerintah melakukan penanganan stunting,”kata Amri.

Ia juga mengapresiasi para Kepala Desa sudah cukup maksimal melakukan pendampingan penanganan pencegahan stunting. Berdasarkan data pelaporan gizi berbasis masyarakat masalah penanganan stunting mencapai 10,8 persen, data ini dilakukan dengan cara door to door, dan 22 persen kombinasi keluarga yang rentan terkena stunting.

“Jadi inilah perlunya masyarakat mengetahui 4T dan dilakukan sosialisasi melalui penyuluh-penyuluh, dan secara spesifik penanganan stunting ini berada pada Dinas Kesehatan dengan porsi sebesar 30 persen, dan 70 persen ditangani secara sensitif oleh SKPD lingkup Pemda Kolaka,”pungkasnya.

Musrenbang dihadiri Wakil Bupati Kolaka H Muh Jayadin, Ketua DPRD Kolaka H Syaifullah HALIK, sejumlah anggota DPRD Kolaka, jajaran Kepala SKPD Pemda Kolaka, Camat, Kepala Desa dan unsur Forkopimda serta masyarakat. (pus)

>
  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *