19 Orang Pejuang Jempol Darah & Peristiwa 19 November di Kolaka

  • Share
Dr. H Bakri Mendong
Dr. H Bakri Mendong

Oleh : Dr. H. Bakri Mendong

(Mantan Anggota DPRD Kolaka)

Bahwa setelah Proklamasi 17 Agustus 1945 diproklamirkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta disambut sukacita di seluruh pelosok negeri dari Sabang sampai Merauke termasuk Kolaka yang pada saat itu masuk Onder Afdeling Luwu dengan kepala pemerintahan (Petor) Andi Kasim sebagai Perwakilan Datu Luwu.

Pemuda pejuang yang tergabung dalam barisan PETA (Pembela Tanah Air), API (Angkatan Pemuda Indonesia), PRI ( Pemuda Republik Indonesia), PKR (Pembela Kedaulatan Rakyat) Serta BBM (Barisan Berani Mati) bertekad untuk mempertahankan Kolaka sebagai bagian NKRI.

Tanggal 27 Agustus 1945 dengan semangat juang yang membara, pemuda kita diwakili oleh 19 orang melakukan sumpah setia pada proklamasi dengan keris dan pedang terhunus, ditandai dengan jempol darah pada bendera merah putih diawali pembacaan Al Quran surah Al Fatiha bertempat di rumah Andi Kamaruddin tepi sungai kampung Sakuli. Mereka Andi Punna, Haji Abdul Wahid, M.Tahrir, M.Djufri, Abu Baeda, Muhiddin S., Dadu Arifin, All Arifin, Syamsuddin Opa, Ahmad Munazar, Tjokeng, Ratjtjade, Djunaede, Andi Pananrang, Haji Arfah, Abu Wahid, Ambo Upe Pai, Daeming dan Barahima berikrar / berjanji “Sekali Merdeka Tetap Merdeka”, “Merdeka atau Mati”, Langkahi mayatku bila Merah Putih bila diturunkan ”, “Segalanya kukorbankan Untuk Kemerdekaan Bangsaku’, “Maju mati, mundur mati, Lebih baik mati maju”, “Tak ada kemerdekaan tanpa pengorbanan”, “Saya sedia gugur untuk bangsaku” dan banyak lagi slogan semangat 45.

Kemudian salah satu peristiwa yang sangat bersejarah di Kolaka dikenal peristiswa 19 November 1945 di Kampung Baru Sabilambo dengan pertempuran yang dahsyat antara pemuda Kolaka yang tergabung dalam kelasykaran bertekad mempertahankan kemerdekaan sampai tetesan darah penghabisan yang mengalahkan tentara sekutu Belanda dengan Sekutunya.

Terjadinya Peristiwa

Sementara Pemerintahan Republik Indonesia Kolaka mengadakan Konsolidasi untuk menata pemerintahan yang merdeka dan berdaulat, pada tangal 17 November 1945 diberitakan oleh Kabasima Taico (Kapten Kabasima) eks tentara jepang di Pomaiaa menyatakan bahwa tentara sekutu (NICA) telah mendarat di Kendari dan tanggal 19 November akan tiba di Pomalaa guna menjemput bekas tentara KNIL yang dipekerjakan pada pertambangan Nikel Sumitomo Pomalaa.

Setelah dicek kebenarannya, Pemerintah dan Pemuda pejuang mengadakan pertemuan dipimpin Andi Kasim guna membicarakan kehadiran tentara sekutu (NICA) di wilayah Kolaka, dan diputuskan kesepakatan antara lain bahwa Pemerintah Kolaka menemui tentara NICA dengan balk-baik dengan menawarkan perundingan atau diplomasi yaitu:

1. Dipastikan tentara NICA/Australia mendapat mandat dari Sekutu
2. Jika tidak ada mandat atau perintah, mereka harus kembali ke Kendari
3. Kalau tentara NICA bersikeras tetap mau ke Pomalaa, diizinkan tetapi harus menyerahkan senjata untuk dititip, dan dapat diambil sekembalinya dari Huko-huko/Pomalaa

Dan jika opsi ini gagal, maka jalan kekerasan atau pertempuran harus ditempuh. Dan tak ayal Tanggal 18 November 1945, para pemuda pejuang yang didukung oleh segenap lapisan masyarakat telah mengadakan persiapan dengan melengkapi diri untuk menghadapi tentara sekutu. Senjata-senjata tua dan kelewang dikumpulkan, tombak dan bambu runcing disiapkan, Taauwu maupun parang sinangke juga dikeluarkan, pokoknya Kolaka dalam siaga satu, Pemuda dan rakyat bertekad tidak mau dijajah lagi.

Mereka berbondong-bondong dengan semangat juang tanpa pamrih memenuhi jalan-jalan dari Kolaka ke Ke Kambo baru Sabilambo, dari Silea Wundulako sampal Lakondule mengisi pos-pos pertahanan yang telah disiapkan PRI dan PKR, semua kendaraan disiagakan seperti oto, sepeda dan kuda untuk mengangkut perlengkapan perang, makanan dan kurir pembawa berita, walau keadaan ini cukup menghkhawatirkan keselamatan mereka. Untuk menghentikan konvoi tentara NICA, oleh pemuda menebang beberapa pohon dan dipajang melintang di tengah jalan di Lakondule beberapa ratus meter dari pertigaan arah Kendari, dan disanalah Pemerintah dan Pasukan Pemuda menunggu ditempat persembunyian hari yang dinantikan, detik-detik yang menegangkan pada tanggal 19 November 1945. Iringan konvoi NICA berhenti oleh blokade pepohonan dari strategi P.K.R kita. Dengan congkaknya komandan tentara NICA “Letnan Jhon Boon” (John Van Boom) memerintahkan anak buahnya menyingkirkan pohon-pohon yang menghalangi perjalanannya, disitulah Kepala pemerintahan Andi Kasim dengan tokoh pemuda keluar dari persembunyian, melakukan dialog sesuai kesepakatan perundingan, namun Letnan John Boon tidak dapat memperlihatkan surat perintah dari sekutu, pasukannya memaksa untuk menjemput eks tentara KNIL dihuko-huko dan Pomalaa, Pasukan John Boon bersikukuh tidak mau menyerahkan senjatanya kepada pemerintah RI di Kolaka.

Kala itu terjadi ketegangan, hampir terjadi insiden jarak dekat. Untung Andi Kasim masih bisa mengendalikan emosi para pemuda pejuang, melihat situasi tidak menguntungkan, Letnan John Boon mmenyiasati tentara republik, dengan bersedia memenuhi tuntutan Pemerintah (Kolaka untuk kembali ke Kendari, mereka minta jalan ntuk memutar kendaraaan di pertigaan Sabilambo yang akhirnya disetujui oleh para pemuda. Namun siasat tentara NICA berhasil mengelabui para pemuda, bukan memutar mobil, malah dengan angkuhnya meneruskan perjalananya ke Pomalaa. Akibat perlakuan yang sangat menyakitkan ini, mereka dianggap menginjak-injak martabat dan kedaulatan Negara kesatuan RI Sesuai kesepakatan sebelumnya, maka jalan ” kekerasan” yang harus ditempuh sekembalinya mereka dari Pomalaa. Pimpinan pemuda H. Abd Wahid Rahim mengobarkan semangat juang dengan menggunakan Motto “lebih baik binasa badan dari pada binasa nama’”, ”lebih baik mati berkalang tanah dari pada hidup melihat bangsa dijajah lagi”.

Pada siang menjelang sore hari, dengan tidak dibayangkan semula dan meremehkan kemarahan pemuda republik, pasukan John Boon ditambah dengan beberapa mobil tentara jepang kembali ke Sabilambo untuk selanjutnya pulang ke Kendari, Namun dengan jiwa dan semangat Patriotisme yang membara, para pejuang kita menghadang mereka dengan strategi perang gerilya, maka terjadilah pertempuran sengit antara sekutu (NICA) yang persenjataan lengkap dan modern melawan pemuda Kolaka dengan persenjataan apa adanya, diantara desingan peluru dan mesiu, tombak dan bambu runcing berterbangan mencari mangsa, kelewang dan parang sinangke terayun ringan ditangan pejuang menebas lengan dan bahu para penjajah, bahkan ada beberapa pejuang terlatih sempat merampas senjata NICA dan menggunakannya kembali tanpa memperdulikan keselamatanya. Asap mengepul, teriakan histeris Allahu Akbar membahana, teriakan Dai Nippon Indonesia sama-sama yang diucapkan eks tentara jepang, bunyi tembakan menggetegar disana-sini menambah semangat pemuda.

Atas rahmat Tuhan yang Maha Esa perjuangan mereka tidak sia-sia, pasukan NICA bersama tentara Jepang menyerah, bahkan ada yang tewas dan yang lainnya menyerahkan diri. Hasil pertempuran sebagal berikut:

1. Letnan John Boon melarikan diri bersama dua pengawainya, kemudian tertangkap di Loea Raterate tanggal 23 November 1945 oleh beberapa pejuang disana, selanjutnya dibawa ke Kolaka dijadikan tawanan perang.
2. Dua regu tentara Jepang lengkap persenjataan ditawan
3. Dirampas dari tentara NICA 6 pucuk senjata laras panjang / karabin, 3 pucuk pistol beberapa peti peluru, granat tangan, bayonet, helm baja, rangsel dan dokumen-dokumen, kemudian satu sedan Paccard, 4 buah truk dodge dan power wagon.

Dipihak pemuda :

Seorang pemuda luka parah dimedan pertempuran yang akhirnya gugur bernama Ahmad Mustin, dan seorang terluka parah bernama Tahiya, serta beberapa orang luka ringan, yang gugur dimakamkan, yang luka dibawa ke kolaka untuk dirawat oleh palang merah.

Berita Pertempuran sampai kepada Komandan sekutu di Batavia, dan pihak Australia (Sekutu) mengakui kekuasaan Defakto RI di Kolaka, maka dilakukan perundingan antara Pemerintah Kolaka (Andi Kasim) dan Pimpinan Sekutu Kapten Ceiger, disaksikan perwakilan Datu Luwu yaitu Andi Mappanyompa dan Azikin selaku juru bicara. Adapun perundingan dilakukan di Pomalaa dimana beriabuh kapal perang tentara sekutu. Kesepakatan yang dicapai adalah pertukaran tawanan Pihak Pemerintah RI di Kolaka menyerahkan Letnan John Boon dan pengawalnya serta beberapa senjata, dan Pihak Sekutu menyerahkan tawanan perang yaitu 7 orang pemuda Luwu yang ditahan di Makassar. Dan bukti perundingan tersebut ditandai dengan tembakan meriam sebanyak 21 kali dari kapal perang sekutu.

Sumber:
1. Sanusi, Og. Mattata, Luwu dalam revolusi, 1976
2. Abu Wahid, Nippon indonesio Banzol, 1965
3. Beberapa catatan pera pelaku sejarah (wawancara)

>
  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *