KOLAKA, WONUANEWS – Prosesi adat Mosehe Wonua (pensucian negeri) yang dirangkaikan dengan kegiatan deklarasi organisasi TAAWU Mekongga sekaligus dirangkaikan Prosesi Mosehe Wonua acara digelar pada 19 Nopember 2020 di Lapangan Kapita Konggoasa, telah diawali dengan kegiatan Tari Lulo Sangia sebelumnya.
Sebelum tari tersebut diperagakan oleh 7 penari, bersama pihak penyelenggara kegiatan terlebih dahulu memanjatkan doa kepada penguasa alam semesta, Tuhan Yang Maha Kuasa agar kegiatan tersebut mendapatkan rahmat kelancaran.
“Lulo Sangia ini salah satu tari adat, dahulu tarian ini digelar sebagai ekspresi untuk memohon kepada sang kuasa supaya para raja atau pemimpin diberikan kesehatan atau sembuh kalau sedang sakit. Tari ini digelar sebelum acara Mosehe Wonua, ” tutur Suryawati Lapotende, mentor Tari Sangia kepada media ini.
Suryawati mengisahkan awal mula Tari Sangia dimulai pada abad XVI era Raja atau Sangia Teporambe.
Diihwalkan, Sangia Teporambe dalam menjalankan pemerintahan Kerajaan Mekongga sempat mengalami sakit yang cukup lama dan tak seorangpun yang dapat menyembuhkan penyakit yang dideritanya.
Suatu ketika seorang Tabib kala itu bermimpi. Ringkasnya, diceritakan dalam mimpi itu bahwa Sangi Teporambe akan sembuh jika dimandikan air laut campur air tawar dan beberapa ramuan yang diambil dari laut dan darat.
Mimpi Tabib tersebut kemudian diceritakan kepada seorang petua kampung yang mendiami Puuehu bernama Wasasi Wasabenggali.
Wasasi Wasabenggali kemuadian melanjutkan pesan Tabib itu kepada kerabat Raja Teporambe.
Atas petunjuk itu, rajapun siap dimandikan.
“Alhamndulillah, setelah dimandikan selama tujuh hari berturut turut, sang raja akhirnya sembuh dari penyakit yang lama dideritanya,” kisah Suryawati Lapotende.
Sebagai rasa syukur, rakyat Raja Teporambe mengekspresikan kegembiraan itu dengan Tari Sangia yang dipentaskan selama 7 hari berturut turut diantara sebelum shalat 5 waktu.
Tarian tersebut dipentaskan 7 atau 9 perempuan dengan 7 model atau gaya yang setiap gerakan memiliki pesan sombolik. (ist)