KOLAKA,WN—Kepala Bidang(Kabid) Kesehatan Masyarakat(Kesmas) Dinas Kesehatan(Dinkes) Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara(Sultra) Ruhaeda,SKM,.MPH paparkan peta sebaran stunting di 12 kecamatan se Kabupaten Kolaka tahun 2024.
Pemaparan sebaran stunting dalam rangkaian acara evaluasi intervensi spesifik desiminasi hasil pengukuran dan publikasi data stunting dilaksanakan disalah satu hotel di Kolaka pada(14/11/2024). Acara tersebut dibuka secara resmi oleh Pj Sekda Kolaka Ramli H Sima diwakili oleh Asisten III Bidang Administrasi Keuangan Setda Kolaka Hj Andi Wahidah.
Secara teknis Ruhaeda menjelaskan dengan melakukan intervensi secara spesifik Cegah Stunting, dengan melakukan tindakan mulai dari Ibu hami kurang energi kronis(Bumil KEK) yang mendapat tambahan asupan gizi, dan mengkonsumsi minimal 90 tablet. Anak balita gizi kurang yang dipantau pertumbuhan dan perkembangannya, bayi dibawah usia 6 bulan dapat ASI ekslusif, remaja putri yang mengkonsumsi tablet tambah darah(TTD).
Selanjutnya anak balita gizi kurang dapat tambahan asupan gizi. Anak usia 6-23 bulan yang mendapat MP-ASI. Anak berusia dibawah lima tahun (Balita) gizi buruk yang mendapat pelayanan tatalaksana gizi buruk dan memperoleh Imunisasi dasar lengkap.
Dalam hal pengukuran dan publikasi data stunting Kabupaten Kolaka tahun 2024 papar Ruhaeda adalah upaya pemerintah kabupaten/kota untuk memperoleh data prevalensi stunting terkini pada skala layanan puskesmas, kecamatan, dan desa.
Hasil pengukuran tinggi badan anak bawah lima tahun serta publikasi angka stunting digunakan untuk memperkuat komitmen pemerintah daerah dan masyarakat dalam gerakan pencegahan dan penurunan stunting.
Tata cara pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak balita tetap berpedoman pada regulasi Kementerian Kesehatan atau mengetahui status gizi anak sesuai umur agar kabupaten/kota dapat memantau kemajuan tumbuh kembang anak secara berkala. Mengembangkan program/kegiatan yang sesuai untuk peningkatan kesadaran dan partisipasi keluarga, pengasuh, dan masyarakat untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangan anak balita yang optimal.
Selanjutnya menyediakan upaya tindak lanjut terintegrasi dan konseling dalam rangka komunikasi, mengukur prevalensi stunting di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten/kota secara berkala yang dilaporkan secara berjenjang mulai dari posyandu ke Dinas Kesehatan kabupaten/kota sebagai bahan untuk, meningkatkan efektivitas lenentuan target layanan dan pengalokasian sumber daya. Memecahkan masalah dan memantau proses perencanaan di tingkat desa hingga perkembangan sebaran prevalensi stunting
Ruhaeda menjelaskan bahwa stunting adalah kondisi gagal tumbuh kembang anak balita akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, terutama pada rumah tangga 1000 HPK. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan hingga masa setelah lahir, akan tetapi nanti tampak stunting setelah bayi berusia 2 tahun. Dengan demikian, usia 1000 HPK merupakan masa emas yang sangat penting mendapat perhatian baik dari aspek nutrisi maupun kesehatan lingkungan sekitar rumah tangga.
Perkembangan sebaran Prevalensi stunting selama 4 tahun terkahir mengalami penurunan mulai dari tahun 2021 sebesar 2,6% menjadi 12.2%, pada tahun 2022 mengalami penurunan sebesar 1.4% menjadi 10.8%, tahun 2023 mengalami penurunan1,4% menjadi 9,4% dan tahun 2024 mengalami penurunan 0,4% menjadi 9%.
“Indikator kinerja gizi masyarakat di tahun 2024 terkait data stunting dapat dilihat melalui tabel,” ungkap Ruhaeda.(pus)