Daerah  

JPIP Unjuk Rasa Didepan Kantor Kejagung Salah Alamat

KOLAKA,WN—Aksi pengunjuk rasa yang mengatasnamakan Jaringan Pemerhati Investasi Pertambangan (JPIP), yang melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Kejagung RI beberapa waktu lalu, dengan meneriakkan bahwa Dirut Perumda Aneka Usaha melakukan korupsi, bandel dan kapatuli.

Menurut Kepala Bagian Humas dan Legal Herman Syahruddin didampingi Ketua Teknik Tambang(KTT) Perumda Aneka Usaha Kolaka dihadapan sejumlah wartawan menegaskan bahwa aksi yang dilakukan mengatas namakan JPIP tersebut sangat keliru dan salah alamat.

Seharusnya kata Herman yang mengatasnamakan JPIP tersebut bukan berteriak di depan kantor Kejagung, tetapi seharusnya berteriak di depan kantor Kementrian Keuangan RI agar segera menerbitkan e-billing untuk membayar sanksi administrasi Perumda Aneka Usaha.

“Jadi kalau JPIP berteriak Dirut Perumda melakukan korupsi, bandel dan kapatuli. Apanya yang dikorupsi, apanya yang kapatuli, apanya yang membandel. Jadi apa yang dituduhkan oleh JPIP sangat tidak mendasar.”Dana untuk membayar sanksi administrasi kepada pihak Kementrian Kehutanan RI dananya siap, tapi kami mau bayar kemana kalau e-billing nya tidak diterbitkan. “Jadi seharusnya JPIP berteriak di kantor Kementerian Keuangan supaya segera menerbitkan e-billing, sehingga kami bisa segera membayar, kan itu merupakan kewajiban kepada negara,”tegas Herman.

Dihadapan wartawan, Herman juga membeberkan dalam rangka menyikapi pemberitaan yang santer melakukan tudingan kepada Perumda Aneka Usaha. Untuk itu dirinya bersama Ketua Teknik Tambang(KTT) Perumda Aneka Usaha Kolaka Ishak Nurdin hari ini(3/2/2025) membeberkan berdasarkan data apa yang kami miliki terkait dengan tudingan yang dilakukan oleh JPIP dan dipublis disejumlah media terbitan Kendari Sultra.

Untuk sebagai Kabag Humas dan Legal bersama KTT Ishak Nurdin menyampaikan beberapa hal, pertama, “kami sangat menyayangkan seyogyanya media yang melakukan pemberitaan itu tanpa adanya melakukan konfirmasi terhadap Perumda Aneka Usaha dalam menyajikan keseimbangan berita, sebagaimana kami ketahui itu diatur dalam undang undang pers dan kode etik jurnalistik,”ungkap Herman.

Ia menegaskan bahwa sampai saat sejumlah wartawan media yang menyajikan berita sama sekali tidak pernah melakukan konfirmasi kepada pihak Perumda Aneka Usaha Kolaka, untuk keseimbangan informasi kepada publik dan terkesan terlalu tendensius. Sehingga melalui beberapa rekan media di Kolaka, melakukan konfirmasi terkait kebenaran pemberitaan tersebut.

Herman menjelaskan bahwa ada sanksi administrasi kepada Perumda Aneka Usaha dari pihak Kemenhut RI sebesar Rp 19 miliar. “Dan sanksi itu kami akui kebenarannya,”kata Herman.

Tetapi dalam perjalanannya kata Herman bahwa sesuai perhitungan Kemenhut RI itu berbeda dengan perhitungan yang dilakukan oleh Perumda Aneka Usaha.

“Sehingga perbedaan penghitungan itu kami menyurati pihak Kemenhut melalui Dirjen Pranologi Kemenhut sebanyak dua kali, dan ada tanda terimanya dari surat keberatan yang kami ajukan terkait penetapan sanksi administrasi,”ujar Herman.

Lanjutnya bahwa di tahun 2024 ada surat konfirmasi yang dikirim ke Perumda Aneka Usaha dari Biro Hukum Kemenhut RI terkait dengan keberatan atas pemaparan yang dilakukan oleh Perumda Aneka Usaha atas sanksi administrasi.
Setelah ada keterlanjuran sanksi administrasi dari Kemenhut, disitu ada selisih perhitungan dimana berdasarkan data satelit ditemukan bahwa telah terjadi bukaan sebanyak 56 hektar yang dilakukan oleh orang yang tidak diketahui artinya sebelumnya sudah ada yang membuka. Lalu Kemenhut itu menjadikan beban kepada Perumda Aneka Usaha

“Nah inilah yang kami keberatan, sehingga dari pihak Biro Hukum Kemenhut RI pad(12/1/2024) atas penetapan sanksi administrasinya,”jelas Herman.

Dan pada 27 Juli 2024 Biro Hukum Kemenhut RI mengundang lima perusahaan yang melakukan keberatan termasuk Perumda Aneka Usaha, dalam pertemuan itu pihak Perumda Aneka Usaha memaparkan berdasarkan data yang dimiliki dan saat itu dijanjikan untuk pengkajian ulang.

“Namun sampai hari ini tidak ada jawabannya. Karena masalah ini bergantung lama, sementara kewajiban kepada negara harus dilaksanakan.”Sehingga di 12 Desember 2024, Direksi melalui Dirut Perumda Aneka Usaha secara resmi mengajukan pencabutan keberatan atas sanksi administrasi, sekaligus mengajukan permohonan penerbitan e-billing atas penetapan sanksi administrasi tetapi sampai saat ini e-billing itu juga tidak diterbitkan sebagai dasar hukum Perumda Aneka Usaha untuk menyelesaikan kewajiban sanksi administrasi kepada negara. “Tetapi karena e-billing tidak diterbitkan jadi kami mau bayar dimana. Dan kami tegaskan bahwa Perumda Aneka Usaha Kolaka selalu taat menyesuaikan kewajiban kepada negara,”pungkas Herman.(pus)

>

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *