Kolaka, – Atas kesepakatan bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) beserta Organisasi Masyarakat (Ormas) di Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara, Pemerintah daerah Kabupaten Kolaka menginstruksikan pelaksanaan shalat idul fitri 1441 H dilaksanakan di rumah masing-masing warga.
Instruksi itu dikeluarkan dalam surat edaran Bupati Kolaka bernomor 044/905/2020, yang ditandatangani oleh Bupati Kolaka, Ahmad Safei tertanggal 18 Mei 2020 tentang Panduan Ibadah Idul Fitri 1441 H / 2020 M pada masa Pandemi Covid-19.
Surat edaran yang berisi 4 butir instruksi itu salah satunya menegaskan pelaksanaan shalat ied tidak boleh dilakukan secara berjamaah di lapangan atau di masjid-masjid melainkan dilakukan di rumah masing-masing warga.
Berikut butir-butir lengkap surat edaran itu:
- Tidak boleh ada takbir keliling; Takbir dilaksanakan di masjid masing-masing oleh pengurus masjid 2- 3 orang dengan tetap menggunakan masker;
- Pelaksanaan shalat Idul Fitri 1441 H/2020 M dilaksanakan di rumah masing-masing dengan tetap memperhatikan Kaifiat Shalat Id yang dikeluarkan MUI No 28 tahun 2020 dan tidak diperkenankan mengundang keluarga dekat/masyarakat untuk ikut berlebaran bersama di rumah;
- Tidak boleh bersilaturahim / kunjung mengunjungi setelah shalat Id;
- Para mubaligh / khatib binaan Pemda Kolaka untuk tidak menerima undangan imam dan khatib di tempat umum.
Terkait hal itu, sekertaris MUI Kolaka, Duana Said mengatakan ada beberapa pertimbangan hingga shalat ied atau shalat idul fitri ditiadakan. Salah satunya pertimbangan berkumpulnya banyak orang, kemungkinan akan meningkatkan intensitas penularan virus karena Kolaka di kelilingi daerah kabupaten tetangga yang berlabel zona merah covid-19.
“Melalui kesepakatan MUI, Kemenag, Ormas, Dewan Mesjid menyepakati shalat idul fitri tetap di rumah, dengan pertimbangan bahwa Kolaka belum ada jaminan steril dari corona, apalagi saat ini kita di kelilingi oleh kabupaten tetangga yang zona merah,” paparnya.
Mengenai Fatwa MUI Pusat tentang pelaksanaan shalat ied, ia mengatakan hal tersebut tidak diatur secara khusus bagi zona biru, kuning maupun merah, selama Pemda dan Stakeholder terkait dapat menjamin bahwa wilayahnya aman dari virus covid-19.
“Fatwa MUI ini tidak bicara soal zona hijau, kuning atau merah tetapi, fatwa MUI No. 28 tahun 2020 itu terkait Kaifiat melaksanakan shalat idul fitri, konsiderannya pelaksanaan shalat idul fitri itu tergantung kepada pihak yang berkompeten, dalam hal ini Pemda dan Gugus tugas, kalau kedua pihak itu mengatakan aman berarti boleh dilaksanakan dan apabila sebaliknya maka tidak boleh dilaksanakan, ” jelasnya.