Febriany Eddy Optimis “Project Smelter” PT Vale di Blok Pomalaa terealisasi

  • Share
Smelter PT vale Indonesia di Sorowako Sulawesi Selatan

Kolaka, WN – Presiden Direktur PT. Vale Indonesia Tbk, Febriany Eddy kembali menegaskan perusahaan tetap pada komitmen membangun pabrik pengolahan nikel atau smelter di wilayah Kontrak Karyanya di Blok Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Hal itu ditegaskan dalam diskusi daring dengan sejumlah wartawan usai mengikuti RUPS-LB pada Rabu (19/1).

“Intinya kita tetap optimis untuk project di Pomalaa,” paparnya.

Ditanya soal progress rencana proyek smelter di Blok Pomalaa, Febriany Eddy yang didampingi jajaran direksi lainnya Bernardus Irmanto mengatakan masih dalam on scedule dan beberapa kendala perizinan sudah teratasi.

“Alhamdulillah kendala peizinan sudah diatasi, tahun ini semua baik, kecuali beberapa kendala teknis lainnya yang masih ada,” paparnya.

Meski tidak menguraikan secara rinci kendala teknis tersebut, Febriany mengatakan bahwa project di Blok Pomalaa akan menjadi fokus perusahaan.

Sebelumnya Febriany dalam Jurnalis trip PT Vale 2019 di Sorowako mengatakan, merealisaikan kewajiban pembangunan pabrik pengolahan nikel atau smelter di wilayah Kontrak Karyanya di Blok Pomalaa adalah kewajiban sebagaimana yang tertuang dalam kontrak karyanya.

“Soal membangun smelter di blok Pomalaa itu memang ada dalam Kontrak Karya kami, itu adalah kewajiban,” tutur peraih Penghargaan Asia’s Top Sustainability Superwomen 2019 itu.

Dan jika tidak direalisaikan kata dia, ada konsekuensi yang diterima oleh PT. Vale karena menggugurkan kewajibannya itu yaitu wilayah kontrak karyanya di Blok Pomalaa akan lepas.

“Dan jika tidak direalisakan ada konsekuensinya, bahwa harus dilepas propertinya itu,” paparnya.

Sehingga kata Febriany, kewajiban membangun smelter di blok Pomalaa tersebut memang sudah menjadi proyek atau rencana sejak beberapa tahun yang lalu bahkan saat masih bernama PT. International Nickel Indonesia Tbk (INCO) dan jauh sebelum diberlakukannya UU Minerba tahun 2009 yang melarang ekspor bahan baku mentah.

Dan untuk proyek smelter di Pomalaa tersebut PT. Vale berencana akan menggunakan teknologi HPAL (High Pressure Acid Leach) di karenakan karakteristik laterit nikel Pomalaa lebih cocok dengan teknologi tersebut dan juga lebih efisien dengan menggandeng Sumitomo Metal Mining.

“Jadi teknologi yang akan kita bangun di Pomalaa adalah teknologi Sumitomo karena itu yang sudah terbukti, jadi mereka sudah dua kali track recordnya berhasil, makanya kita mengundang Sumitomo,” jelasnya dengan optimis.

Lanjutnya, rencana pembangunan Smelter dengan teknologi HPAL itu akan menelan nilai investasi sebesar US $ 2,5 Miliar atau jauh lebih tinggi dari nilai aset pabrik smelter di Sorowako yang hanya US $ 2,3 Miliar.

“Proyek inipun skalanya besar, untuk pabriknya saja sekitar US $ 2,5 Miliar, melebihi nilai aset Vale di Sorowako yang hanya US $ 2,3 Miliar, sehingga prosesnya juga memang membutuhkan waktu,” terangnya.

Dikatakannya pula, kapasitas produksi dari smelter yang akan dibangun tersebut akan mampu memproduksi 40.000 ton nickel mix sulfate.

“Kapasitasnya sekitar 40.000 ton mix sulfate, jadi produknya itu bukan nickel matte, dia itu kandungan Cobaltnya 10 persen dari kandungan Nickelnya, dan dari luasan KK kita itu bisa kita olah sampai berpuluh-puluh tahun,” jelasnya. (mir)

>
  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *