Boddihari, Penjaja Kue Keliling di Kolaka Yang Tak Mau Ketinggalan Vaksinasi

Kolaka, Sultra (29/10) : Ibu Boddihari, penjaja kue keliling yang sedang menjalani vaksinasi/ Mirwanto Muda-Wonuanews.

Kolaka, Wonuanews – Meski usianya sudah mendekati 60 tahun, tekad ingin mendapatkan vaksinasi begitu kuat diperlihatkan oleh Boddihari, seorang ibu yang kesehariannya sebagai penjaja kue keliling di Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Bahkan anaknya sempat melarangnya untuk mendapat suntikan vaksin-19 karena khawatir dengan kondisi fisik dan usianya. Namun sang Ibu besikeras bahwa vaksin aman bagi tubuhnya. Berikut kisahnya.

Pagi itu cuaca begitu cerah. Kegiatan vaksinasi yang digelar salah satu organisasi kepemudaan (29/10) di pelataran Rumah Adat Mekongga Kolaka Sulawesi Tenggara terlihat cukup ramai.

Dibawah tenda kerucut kegiatan berlangsung, mungkin karena usia yang sudah lanjut seorang ibu berjalan agak sedikit terhuyung-huyung menuju meja pendaftaran vaksinasi.

Dibantu seorang tim medis dari Puskesmas Kolakaasi yang bertugas pagi itu, pendafataranya sukses dan dirinya kembali ke bangku tunggu untuk menunggu panggilan di meja pemeriksaan kesehatan.

“Boddihari…!?”, terdengar suara panggilan dari pengeras suara yang membuatnya bangkit dari bangku tunggu.

“Naman ibu Boddihari? benar kan?” tanya seorang tim medis sambil mengalungkan alat pemeriksa tekanan darah ke lengan kirinya.

Dia mengangguk sambil mendegarkan arahan dari tim medis di meja pemeriksaan tekanan darah itu.

Kolaka, Sultra (29/10) : Ibu Boddihari, penjaja kue keliling yang sedang menjalani pemeriksaan sebelum di vaksinasi/ Mirwatno Muda-Wonuanews.

Tidak cukup lama dirinya kemudian bangkit dan diarahkan bergeser ke salah satu tim medis berikut yang masih dalam jejeran meja pemeriksaan kesehatan.

“Sehat kan ibu? Ibu tidak sedang minum obat? tidak ada riwayat penyakit jantung?….bla-bla…..” dan berbagai pertanyaan lain yang dilontarkan tim medis di hadapannya yang berhubungan dengan vaksinasi pagi itu.

Boddihari hanya mengangguk menggeleng dan menggeleng saat pertanyaan tersebut dilontarkan.

Tak lama menunggu di sebuah bangku yang disediakan panitia, Boddihari menuju bilik vaksinasi.

“Rileks saja bu, jangan tegang, jangan berkuat, nanti berdarah bu,” terdengar arahan dari salah satu vaksinator yang bertugas di bilik tersebut.

Boddihari memang agak sedikit tegang, saat melihat spuit kecil yang berisi vaksin dari sang vaksinator di hadapannya.
Sang vaksinator menenangkan Harribodi dengan menyapu lengan atas yang akan disuntikan vaksin.

“Jangan takut bu, tidak sakit kok,” kata sang vaksinator sambil membenamkan jarum spuit ke lengan atas kanan di bawah bahu Harriboddi.

Terlihat mata Harriboddi tertutup dibalik kacamatanya. Saat jarum spuit dilepas dirinya kemudian berkata: “Tidak sakitji pale, seperti digigit semutji”.

“Benar bu, tidak sakit, silahkan ke meja observasi dan perlihatkan kartu vaksinnya bu,” kata sang vaksinator tersenyum.

Setengah jam berlalu usai divaksin, di hadapan tim medis di meja pengamatan Boddihari mengaku tidak ada keluhan yang dirasakannya.

“Ibu sudah divaksin dosis pertama, nanti untuk dosis kedua ada tanggalnya di sini, sertifikat vaksinnya nanti ibu minta tolong sama anaknya untuk di download, ini nomor handphone anaknya kan?,” terang tim medis dihadapanya.

Panitia kemudian memberinya sebuah paket sembako yang memang disediakan dalam kegiatan vaksinasi pada hari itu.

“Ibu sendiri? tidak ada yang antar?,” sapaku mendekati ibu Boddihari saat menuju gerobak kuenya.

“Sendiriji nak, memang tiap hari saya lewat disini nak,” jawabnya sambil merapikan kue roti jajanannya.

“Gimana bu rasanya divaksin?” tanyaku lagi.

“Tadinya saya kira sakit, ternyata tadi tidak sakit rasanya seperti digigit semut,” jawabnya.

Dia mengaku sebenarnya sudah lama ingin divaksin, namun karena anaknya sempat melarangnya dengan alasan sudah tua atau lanjut usia.

“Saya kan keliling jual kue, sering datang jualan ditempat orang divaksin, saya juga sudah lama mau divaksin, pernah saya daftar waktu di Polsek, hanya waktu itu saya lagi flu, jadi ditolak, bukan karena ada sembakonya, tetapi memang saya lihat banyak orang tua seperti saya sudah divaksin tidak apa-apa, tetapi anak saya itu pernah larang karena takut katanya saya sudah tua, tapi tadi pas saya lewat ada vaksinasi lagi, saya beranikan diri saja,” ungkapnya.

“Nanti anaknya marah bu, kalau tahu ibu sudah divaksin, apalagi nomor Handphonenya yang dipakai untuk download sertifikat vaksin ibu,” kataku.

“Biar saja, buktinya saya tidak apa-apa, sebenarnya dia tidak melarang bagaimana juga, hanya mungkin karena was-was saja nanti ada apa-apanya, saya sudah tua katanya, apalagi mata saya ini sudah rabun,” ungkap ibu yang tinggal di Jalan Durian Kota Kolaka itu.

Kekhawatrian anaknya itu memang cukup beralasan kata Ibu kelahiran 1953 itu. Sejak suaminya menderita sakit, dia menjadi tulang punggung keluarganya dengan menjadi penjaja kue keliling. “Suami saya kan sudah lama sakit karena penyakit gula, jadi anak saya tidak mau kalau saya kenapa-kenapa,” ungkapnya.

Dia berharap dengan vaksinasi, tubuhnya tetap sehat dan kuat untuk bisa terus berdagang menjajakan kue.

“Semoga tetap sehat bu,” kataku kepada ibu Boddihari yang kemudian mendorong gerobak kecilnya untuk kembali berativitas sebagai penjaja kue keliling.

Laporan Mirwanto Muda

>

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *